“SWASEMBADA
DAGING 2014 BUKAN UNTUK PENCITRAAN
POLITIK”
Oleh
:
Muhammad
Riandy
(Menteri
Kebijakan Nasional BEM KM IPB 2013)
Indonesia adalah negara
berkembang yang sedang membangun dan menata diri untuk dapat tampil dalam
perkembangan dunia yang semakin kencang menuntut diberlakukannya globalisasi
dalam hampir semua sektor kehidupan. Untuk keperluan tersebut maka Indonesia
mengembangkan pembangunan dengan sebuah ”Visi Pembangunan Nasional” untuk
periode waktu Tahun 2005 – 2025 berdasarkan UU No. 17 Tahun 2007 adalah
“Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur” yang tentu saja tidak akan
mudah untuk pencapaiannya. Dibutuhkan bahyak faktor pendukung dari bebagai segi
kehidupan; tetapi isue yang ditiupkan oleh FAO dalam beberapa tahun terakhir
ini adalah isu keterbatasan pangan dan air yang akan dialami oleh banyak negara
di dunia.
Indonesia menetapkan tujuan pembangunan pertaniannya
terdiri dari tiga hal pokok yaitu pencapaian ketahanan pangan, pengembangan
agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani. Ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan, yang tentunya bagi peternakan adalah tersedianya produk peternakan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (PP No. 68/2002).
Akhir-akhir ini mulai banyak berhembus masalah
mengenai Impor Daging Sapi yang di awali melalui dugaan kasus korupsi seorang
petinggi partai politik di Negeri ini. Bukan tidak mungkin atau hal mustahil
secara tidak langsung isu ini akan mencakup ke dalam permasalahan Swasembada
Daging 2014 yang telah di canangkan oleh Pemerintah melalui Kementerian
Pertanian. Jika kita telaah baik-baik sangat berhubungan antara Impor Daging
dengan Swasembada Daging, keduanya ibarat dua mata koin yang tidak bisa terpisah.
Swasembada Daging akan bisa tercapai jika pemenuhan kebutuhan dalam negeri
tercukupi dengan adanya batasan impor daging dengan kuota yang di butuhkan di
dalam negeri tidak terlalu banyak melainkan di sesuaikan proporsi kebutuhannya.
Akan tetapi adanya kesepakatan
GATT, dalam
era Pasar Bebas 2020 dalam kontek perdagangan internasional serta AFTA
mulai tahun 2003, pasar
dalam negeri harus dibuka bagi produk impor yang akan berimplikasi
adanya penurunan subsidi dan proteksi perdagangan komoditas termasuk daging
sapi impor. Maka dari itu upaya peningkatan efisiensi usaha ternak domestik adalah
merupakan suatu keharusan (necessary condition). Untuk itu peningkatan efisiensi ekonomi
dalam kegiatan pengadaan daging sapi merupakan syarat keharusan agar dapat
bersaing dengan produk impor. Tanpa upaya yang sistematis tidak mungkin dapat
menahan desakan produk impor. Akibatnya ini akan mempengaruhi kesejahteraan
peternak yang 90 persen merupakan peternakan rakyat yang selama ini menawarkan sekitar
99 persen kebutuhan domestik (DITJEN PETERNAKAN, 1997)
Tetapi pertanyaannya apakah Kebijakan Program yang di canangkan Pemerintah
terkait Swasembada Daging 2014 itu sudah benar-benar di siapkan dari semua
aspek yang ada dengan baik untuk mendukung realisasinya atau hanya sekedar sebuah program pencitraan
politik yang di bangun pemerintah di tahun 2014 yang merupakan tahun politik
PEMILU dengan banyak kepentingannya, yang nantinya akan berdampak pada
pencapaian sesaat dan tidak berkelanjutan. Sehingga bukan tidak mungkin pasca
2014 Indonesia akan menjadi Negara Importir Daging Sapi dengan ketergantungan
terhadap Negara lain, karena produksi daging dalam negeri yang tersedia di
habiskan dan di paksakan untuk pemenuhan kuota swasembada di tahun 2014.
Sekarang kita coba menterjemahkannya melalui sebuah
data fakta yang bisa kita komparasi dan simpulkan apakah kebijakan program ini
hanya sebuah pencitraan politik atau murni sebagai sebuah keinginan pemerintah
untuk dapat mensejahterakan rakyatnya dengan pemenuhan kebutuhan protein hewani
melalui ketersediaan daging yang cukup di negeri ini. Jika dilihat dari
pencapaian target visi pembangunan dengan periode waktu 2005 – 2025 maka jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 241,9 juta orang dan pada
tahun 2025 akan mencapai 273,1 juta orang yang berarti naik sebesar 12,9%. Jika
produksi daging sapi yang pada tahun 2005 adalah sebesar 358.700 ton (setara
dengan 1,8 juta ekor sapi) maka jika tingkat konsumsi tidak berubah yaitu 1,7
kg per kapita per tahun maka akan dibutuhkan daging sebesar 464.270 ton yang
setara dengan jumlah pemotongan sebesar 2,4 juta ekor sapi (dianalisis kembali dari
BIRO STATISTIK INDONESIA, 2007). Sedangkan kita lihat data ketersediaan daging
sapi yang di miliki Indonesia dari berbagai aspek pelaku utama penyediaan
daging sapi. Peternakan sapi rakyat diperkirakan menyumbangkan kurang lebih 70%
produk daging sapi nasional yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Produk
tersebut dihasilkan dari sekitar 10.7 juta ekor sapi potong, 2.2 juta ekor
kerbau (yang dikenal dimasyarakat umum juga sebagai daging sapi) dan 0,3 juta
ekor sapi perah (DITJENNAK, 2008). Produk hewani tersebut dihasilkan oleh minimal
3.6 juta rumah tangga peternak (BPS, 2007). Sudah jelas kebutuhan daging sapi dalam
negeri jika kita lihat data yang ada masih sangat kurang untuk pemenuhannnya,
apalagi ada sebuah kesalahan yang di lakukan yakni Puslitbangnak dengan sistem
observasi cepat pada Tahun 2009 mendapatkan pada salah satu kawasan tersebut
memotong 97% sapi betina dan 80%nya adalah betina produktif (PUSLITBANGNAK,
2008).
Pada akhirnya setelah mengkomparasi data yang ada,
penulis beropini bahwa sebenarnya Indonesia masih belum terlalu siap terhadap
pencapaian Swasembada Daging 2014. Masih ada waktu untuk melakukan pembenahan dan
persiapan di beberapa aspek yang sifatnya akan mendorong produksi daging sapi
dalam negeri ini akan terus bertambah baik kuantitas serta kualitasnya untuk
pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Jangan sampai Swasembada Daging 2014 itu
hanya sebuah kebijakan pencitraan politik yang akan berakibat buruk terhadap
ketahanan pangan di Indonesia ( khususnya Daging Sapi ), melainkan yang di
inginkan adalah Swasembada Daging 2014 yang berkelanjutan untuk kedepannya demi
mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat Indonesia dengan pemenuhan kebutuhan
protein hewani yang cukup (terutama dari daging sapi).
Salam
Perjuangan! Salam Kreasi Untuk Negeri!
Hidup
Mahasiswa!
Hidup
Rakyat Indonesia!
Hidup
Pertanian Indonesia!
Add FB : Muhammad Riandy & Bem KM Ipb Jak-Nas
www.bemkmipb.or.id / www.ispcbemkmipb2013.wordpress.com